Tulisan ini berisi hasil review
saya terhadap jurnal yang berjudul “ Developing a Culturally-Relevant Public
Relations Theory for Indonesia” . Jurnal tersebut ditulis oleh Rachmat
Kriyantono dan Bernard Mckenna. Tujuan review adalah untuk mengeksplorasi perkembangan
teori public relations dengan
mengadopsi kearifan lokal Indonesia.
Dewasa
ini public relations tidak hanya
dikenal sebagai sebuah profesi, tetapi juga menjadi sebuah ilmu. Public relations merupakan suatu disiplin ilmu yang berkembang
pesat selama 25 tahun terakhir. Dalam teorinya public relations masih belum terlalu dikenal melainkan praktiknya
yang ada sejak dulu. Teori yang digunakan dalam public relations ada yang
meminjam dan mengadopsi teori-teori dari disiplin ilmu. Seperti yang diketahui,
teori public relations yang kebanyakan digunakan adalah dalam perspektif Barat
(Eropa dan Amerika). Namun, tak selalu teori perspektif Barat dapat digunakan
atau sesuai dengan fenomena yang ada dalam negara-negara lain. Hal ini bisa
terjadi karena beberapa alasan, yaitu faktor lingkungan, faktor latar belakang
budaya yang berbeda, dan faktor komunikasi yang terjadi.
Teori
Barat yang tak selalu bisa digunakan dalam fenomena-fenomena yang terjadi di
Asia membuat tokoh-tokoh Asia merumuskan teori-teori dalam perspektif Asia. Contohnya,
Teori Komunikasi Cina, Teori Komunikasi India, Teori Harmony Chinese, Teori
Komunikasi Konghucu, Teori Kuuki Jepang, dan Teori Komunikasi Tao. Untuk Indonesia
sampai saat ini belum menemukan teori public relations dalam konteks kearifan
lokal yang ada di Indonesia sendiri.
Kearifan
lokal adalah pengalaman lokal dan ide-ide dari kebijaksanaan dan kebaikan
nilai-nilai yang diinternalisasi di antara generasi dalam suatu masyarakat
tertentu (Radmilla, 2011). Salah satu kearifan lokal yang berkembang di
Indonesia adalah doktrin moralitas yang berkembang melalui saluran komunikasi,
seperti, legenda, dongeng, cerita rakyat, drama, gethok tular, lagu ataupun
peribahasa. Ada beberapa kearifan lokal yang reviewer setuju yang bisa di adopsi
ke dalam teori public relations perspektif Indonesia, yaitu :
1.
Musyawarah
mufakat sebagai pengambil keputusan
Musyawarah merupakan cara
pengambil keputusan yang terbaik di Indonesia, karena
dengan musyawarah masyarakat
dapat memutuskan sesuatu dengan satu pikiran dan satu suara tanpa ada
perselisihan dan juga musyawarah merupakan komunikasi dua arah. Konteksnya
sebagai public relations dalam suatu perusahaan atau organisasi adalah yang
pertama, terdapat peribahasa yang mengatakan wani ngalah, luhur wekasane (untuk
memberi jalan kadang-kadang lebih baik untuk kepentingan banyak orang). Seorang
PR tidak harus focus untuk mencapai tujuannya saja, tetapi ia juga harus
mendengarkan pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh orang lain. Tujuannya,
untuk mencapai hubungan yanga harmonis dengan masyarakat dalam meningkatkan
kepekaan terhadap sosial. Kedua, musyawarah dilakukan dalam peyampaian
informasi apa saja secara rinci utuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Banyak
kemudahan dan keuntungan yang kita dapat sebagai seorang PR dalam menjalankan
prisip musywarah tersebut, salah satunya, kita dapat terus meningkatkan
hubungan dengan publik kita melalui hal-hal kecil.
2.
Menjaga
hubungan timbal balik yang didasarkan pada harmoni dalam sistem
Public relations merupakan bagian
dari suatu sistem dan mempunyai tugas mengarahkan
organisasi mewujudkan harmoni
dalam sistem tersebut. Indonesai mengenal harmoni tersebut dengan runtut raut
sauyunan, yaitu hidup rukun dan damai bersama-sama; rukun Agawe Santosa, crah
Agawe Bubrah, Guyub rukun, yaitu, jika kita hidup dalam damai dan harmoni kita
akan makmur, jika kita hidup dalam pertengkaran kita akan menderita. Organisasi,
haruslah harmonis agar terdapat rasa nyaman bagi semua subsistem dalam sistem
tersebut agara tercapainya harmoni dan tujuan yang hendak akan dicapai. Terdapat
strategi komunikasi dengan masyarakat yang berhubungan dengan kearifan lokal
yaitu dengan menerapak pepatah silih asah, silih asih, silih asuh. Silih asah berarti
bahwa pihak berbagi informasi dan mengajarkan pengetahuan.. Informasi ini
terdiri dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi masyarakat untuk
mendukung organisasi. Namun, dalam hal ini, public relations dalam hal
penyampaian informasi terhadap publiknya juga haruslah sebelumnya harus
mengeksplorasi kebutuhan masyarakat dengan melakukan penelitian. Silih asih
sendiri dalam memberikan informasi secara teratur melalui dua saluran timbul
balik cara komunikasi. Contohnya, press release. Sedangkan, silih asuh yaitu
sebagai pduli, melindungi, . Hasil asah silih dalam memberikan informasi secara
teratur melalui dua saluran timbal balik cara komunikasi. Informasi ini terdiri
dari setiap upaya untuk mendidik dan memotivasi masyarakat untuk mendukung
organisasi.
3.
Perspektif
Indonesia untuk mengatakan kejujuran
Praktisi public relations dalam
mendapatan atau membangun kepercayaan haruslah berkata
jujur atau prisip kebenaran (J.
E. Grunig & Hunt, 1984; Lattimore et al, 2007.). Perspektif Indonesia
mengatakan ajining diri dumunung ana ing lathi dan basa iku busananing bangsa,
yaitu kehormatan pribadi adalah pada kata-kata seseorang. Jadi, ketika public
relations memberikan informasi yang benar, terbuka, organisasi dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat akan informasi dan mendapatkan kepercayaan masyarakat. Jika
organisasi melakukan perbuatan yang salah, maka public relations akan memberikan saran berdasarkan sikap ulah
unggut kalinduan, ulah gedag kaanginan, yang berarti bahwa harus ada
konsistensi dalam kebenaran dan kesesuaian antara batin-diri dan rasionalitas.
Kemampuan untuk berkomunikasi dan menggunakan kata yang tepat untuk membujuk
manajemen dan masyarakat tanpa menyingung pihak maapun adalah kunci untuk
menjalankan prinsip kebenaran.
4.
Blusukan
sebagai alat fasilitator komunikasi
Setiap individu
dalam organisasi mempunyai kontribusi untuk mengkomunikasikan citra
organisasi
kepada publik. Menurut Kriyantono (2014), perspektif Indonesia menawarkan
penjelasan serupa melalui ajining raga ana ing busana (Secara fisik, kehormatan
pribadi dapat dilihat dengan cara berdandan). Public relations merupakan
gambaran dari karyawan yang ada di perusaan atau orgaisasi terebut, mulai dari
cara berpakaian, cara berbicara, berperilaku, integritas dan etos kerja
perusahaan tersebut. Jadi, fungsi seorang public relations adalah mempertahankan
moralitas yang baik dan sopan santun dalam sebuah organisasi. Hal ii dapat direpresentasikan
dalam perspektif Indonesia yaitu Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani (ketika PR adalah di depan, ia / dia harus memberikan
contoh yang baik, ketika ia / dia di tengah, ia / dia harus memotivasi untuk
melakukan pekerjaan yang baik, ketika ia / dia di belakang, ia / dia harus
mendukung karyawan untuk mengekspresikan kemampuan mereka berani). Seorang public relations mempunyai tugas untuk
menjadi fasilitator komunikasi, artinya seorang public relations harus
terlibat dalam interaksi sehari-hari antara karyawan entah untuk berbicara
santai atau mendengar keluhan dan pendapat dari mereka. Interaksi karyawan
dengan publik didasarkan pada konsep blusukan, yaitu komunikasi tatap muka
langsung dengan masyarakat. Komunikasi tersebut bertujuan untuk menghindari
divergensi interpersonal yang begitu sambung komunikasi roso akan muncul, di
mana sambung roso berarti dari hati ke hati yang terdiri dari empati yang kuat.
Komunikasi, blusukan juga merupakan prinsip kebersamaan tanpa perbedaan Status
(manunggaling kawula gusti). Blusukan mirip dengan konsep Barat pengelolaan
dengan berjalan sekitar karena fungsi mereka adalah tular gethok; Namun
perspektif Indonesia lebih berfokus pada aspek emosional, seperti sambung roso,
untuk membangun hubungan. Dengan adanya blusukan yang dilakukan seorang public relations juga mampu menghasilkan gethok tular secara
langsung untuk menyebarkan informasi dari manajemen untuk menghindari kesalahan
dalam penerimaan informasi atau pesan.
Reviewer merekomendasikan bila teori-teori
atau konsep di atas dapat digunakan dalam kehidupan public relations di
Indonesia karena suseai denga pepatah ataupun kehidapan sehari-hari di
Indonesia. Sehingga, kita tak pelu terus berpedoman terhadap perspektif Barat
yang tak selalu sesuai dengan fenomena yang ada di Indonesia.
Daftar
Pustaka
KRIYANTONO, R., & MCKENNA, B. (2017). Developing
a Culturally-Relevant Public Relations Theory for Indonesia. Malaysian
Journal of Communication, 1 -16.
Komentar
Posting Komentar